Headline Post

The Darkest Minds, Debut Film Terkelam dari Sejenisnya





Sinopsis.

Ketika para remaja secara misterius mendapatkan kekuatan ajaib, mereka dinilai sebagai ancaman dan ditahan oleh pemerintah. Ruby (Amandla Stenberg) seorang gadis 16 tahun yang merupakan remaja dengan kemampuan paling kuat, melarikan diri dari kamp tahanan dan bergabung dengan sekolompok remaja lain yang juga melarikan diri untuk mencari tempat aman. Tidak lama kemudian, kelompok ini menyadari bahwa di dunia dimana para orang dewasa sudah berkhianat, melarikan diri tidak cukup dan mereka harus memulai sebuah gerakan perlawanan menggunakan gabungan kekuatan mereka untuk merebut kembali kendali atas masa depan mereka.
Tanggal rilis2 Agustus 2018 (Singapura)
Review.

Sudah ketebak dari sebelumnya. Setidaknya dari trailer di youtube sudah cukup menggambarkan bagaimana film ini akan mengambil plot. Sangkaan saya pasti akan semacam film A atau paling sama juga dengan film si B dan nggak akan begitu jauh. Dari situ pula saya membangun premis untuk menyimpan rasa kecewa di awal (baca: menumpahkan kekecewaan) untuk meminimalisir ekpestasi berlebih terhadap genre film yang beginian.

Untuk sebuah jenis film yang diadaptasi dari novel-young-adult-bergenre-sci-fi dengan embel-embel best-seller’ maka film the Darkest Minds menjadi urutan terbuncit dari berbagai sisi. Apalagi disejajarkan dengan genre yang sama dan plot yang sama seperti film-film pendahulunya. Seperti franchise “The Hunger Games”, “Divergent”, “The Maze Runner”, “The Giver” dan semacamnya.

Rasanya begitu membosankan atau biasa saja menonton film yang beberapa tahun model begitu tayang lagi tanpa ada cerita yang baru. Tipikal plot dan unsur cerita sama yang kemudian menjadi tontonan monoton yang pasti tidak akan mengambil decak kagum.

The Darkest Minds film yang muncul paling telat dari genrenya, sementara film sepantarannya telah lenyap dalam dystopia bertahun-tahun sebelumnya. Meskipun disadur dari novel kenamaan karya Alexandra Bracken tak menjadikan film ini layak sebagaimana karya ‘best seller’ novelnya.

Rasa-rasanya tak perlu disejajarkan pula tokoh utama yang tak seberapa membius penonton sebagaimana Katniss masih handal membidik targetnya di the Hunger Games, Tris masih lincah melompat dari kereta di Divergent ataupun Newt masih jago menghipnotis hati kaum wanita di the Maze Runner.

Ditambah absensi kehadiran yang begitu terlambat melengkapi film ini menjadi film paling kelam sesuai judulnya. Apalagi nyemplung dipusaran genre yang tengah naik dari besutan Marvel. Jelas ini sama saja misi bunuh diri.

Agaknya saya sepakat dari beberapa kritikus film dengan gambaran kurang lebih minus seperti ini.
Entah apa yang membuat Jennifer Yuh Nelson (Kung Fu Panda) selama ini memersiapkan lalu menempatkan debut penyutradaraan ‘live-action’-nya ini di Agustus, bulan yang umumnya menjadi ‘tempat pembuangan’ film para studio besar. Mencicipi gaya baru guna mendongkrak karir? Dengan mengkreasikan film yang bisa dibilang ‘sekedar coba-coba’.

Amandla Stenberg (yang juga pernah tampil dalam The Hunger Games memimpin cast sekumpulan aktor muda dengan minim pengalaman di sini. Itu bagus - sebagai batu loncatan mereka menjejak ‘blockbuster’. Tetapi jangan salahkan siapapun saat kalian menyaksikan penampilan sekelas FTV siang hari yang jelas terkungkung dalam naskah dan ekspresi yang tidak bebas sama sekali.

Nama ‘senior’ yang paling dikenal di sini mungkin adalah Mandy Moore - itupun hanya dikenal sebagai pengisi suara Rapunzel dalam “Tangled” - dan Gwendoline Christie - itupun penampilannya dalam dua film Star Wars hanya tertutup topeng - sebagai pemburu buronan kejam (yang tidak bengis-bengis amat). Serius, merasa dipermalukan melihat aktris sekaliber Christie ‘dipermalukan’ di sini. At least jadikan dia antagonis yang lebih mumpuni ketimbang antagonis sebenarnya yang hypersex itu.

Lalu jika kalian sempat menyaksikan media promo film ini dan ingat ada kalimat “Dari Produser “Stranger Things” dan “Arrival”, tolong buang jauh-jauh harapan kalian. Dosa besar bagi tim ‘marketing’ “The Darkest Minds” yang seolah bingung bagaimana cara mempromosikan film ini mengingat kurangnya ‘kekuatan’ para bintang dan orang di belakang layar (jika mereka menggunakan embel-embel “Dari Sutradara Film-film “Kung Fu Panda”” jelas akan lebih parah dikarenakan gerombolan anak kecil akan terbodohi oleh tontonan yang melibatkan adegan menembak kepala dan tindih-menindih pria-wanita).


Alhasil seseorang yang melihat The Darkest Minds sebagai sesuatu yang berbau sci-fi (itu berarti jalan ceritanya pasti kompleks), diisi segerombolan anak muda hebat dan menjanjikan kemisteriusan yang menggugah semangat menonton langsung mengusulkan ide dengan menempatkan nama “Stranger Things” dan “Arrival” yang terlalu mulia untuk berada di tiap poster dan trailer film yang tidak pantas untuk disejajarkan dengan mereka. Film ini benar-benar menjadikan The Darkest Minds menjadi film terkelam dari sejenisnya.


Belum ada Komentar untuk "The Darkest Minds, Debut Film Terkelam dari Sejenisnya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel